Desa Sidatapa

Selain Trunyan dan Penglipuran di Kabupaten Bangli, beberapa desa tua lainnya yang terletak di kawasan Bali Utara yaitu Desa Sidatapa, Cempaga, Pedawa dan Tigawasa. Desa-desa tersebut memiliki nilai sejarah masa lalu yang sangat unik dan memiliki budaya dan tradisi yang khas dan pantas dilestarikan. Bali sebagai destinasi wisata dunia tentu hal tersebut sebagai aset pariwisata yang patut dipertahankan, apalagi dengan sejarah masa lalunya sebagai cermin masa depan bagi anak dan cucu kita nantinya.

Desa Sidatapa, terletak di Kecaamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, dikenal sebagai desa tua ataupun Bali Aga, keberadaannya diperkirakan dari tahun 785, penduduknya berasal dari Daerah Batur, Dauh Toro Ireng dan pengkut Rsi Markandeya yang berasal dari Jawa. Terletak di 500 meter di atas permukaan laut, termasuk wilayah pegunungan, suasanan alam hutan dengan pohon-pohon tropis dan rerimbunan semak, terkesan liar namun penuh keteduhan dan kedamaian. Seolah-olah lukisan alami masa lalu terbentang indah di depan mata.

Suasana Desa Sidatapa memang berbeda, masyarakatnya ramah bersahabat dan gampang untuk diajak komunikasi. Jika anda mengagendakan perjalanan tour di Bali untuk berkunjung ke desa tentu akan memberikan nuansa liburan yang unik. Jarak dari Bandara sekitar 2.5 jam perjalanan berkendaraan, anda bisa sewa mobil sehari penuh sambil menikmati objek wisata lainnya di kawasan Bali Utara seperti Lovina dengan lumba-lumba di alam bebas, air panas Banjar dan juga air Terjun Sekumpul dan Gitgit.

Menjadi sebuah desa warisan Bali kuno sebelum kerajaan Majapahit berkuasa di Bali, tentu memiliki hal-hal menarik seperti keberadaan rumah adat yang terkesan sangat tua dan langka, rumah ini dibangun membelakangi jalan terkesan tersembunyi dan tidak ingin diketahui, tidak seperti bangunan lainnya pada umumnya menghadap ke arah jalan, lantai dan tembok terbuat dari tanan perangkat lainnya dari bahan bambu baik batangan maupun dianyam, keberadaanya memang erat dengan perjalanan sejarah.

Rumah adat di Desa Sidatapa ini bernama Bale Gajah Tumpang Salu, Bale artinya rumah, Gajah sebagai simbol bangunan berkaki (bertiang) empat, Tumpang berarti Tingkat dan Salu berarti Tiga, jadi rumah rumah ini terdiri dari 3 bagian. Dibangun membelakgi jalan karena pada saat penyerangan pasukan Majapahit, warga mengalami mengalami trauma, ketakutan muncul sehingga berusaha menyembunyikan diri dan semua aktifitasnya dengan membuat rumah menghadap ke belakang. Rumah tersebut digunakan sebagai tempat kegiatan keluarga seperti untuk kegiatan sosial, spiritual, ekonomi dan budaya.

Peninggalan nennek moyang yang bernilai tinggi ini pantas dilestarikan, apalagi keberadaanya sangat langka. Menengok lebih kebelakang lagi Desa Sidatapa dulunya bernama Desa Gunung Sari Munggah Tapa. Nama tersebut tidak lepas dengan perjalanan spiritual Peranda Budha, merasa terketuk hatinya karena desa tersebut kena wabah Gerubug (epidemi) mematikan, kemudian beliau melakukan tapa yoga dan memberi batas-batas desa. Dan sebelum beliau meninggal, beliau mengadakan bisama yang isinya antara lain;

  1. Berpesan agar menggunakan air suci/ tirta yang ada di Kayon Teben sebagai tirta pembersih, penglukatan dan pengentas pada saat orang meninggal, tidak boleh untk keperluan lain.
  2. Nama Desa Gunung Sari dirubah menjadi Sidetapa.
  3. Setelah beliau meninggal agar segala sesuatunya diserahkan kepada Dewa Gede Penyarikan.

:: TOUR MENU

Sewa Mobil Di Bali

Half Day Bali Tour

Full Day Bali Tour

Paket Bali Tour

Tour Kombinasi

Adventure Di Bali

Fast Boat - Kapal Cepat

Seputar Bali

Berita Wisata Di Bali